Sabtu, 10 Desember 2011

Konseling : Kecenderungan masa kini dan masa depan


KONSELING : KECENDERUNGAN DI MASA KINI DAN MASA DEPAN
Oleh : Esya Anesty

SELAMAT DATANG DI BIDANG KONSELING
Konseling memberikan perangkat untuk pemahaman, berhubungan, dan pemberian bantuan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran diri dan pengembangan diri, serta memperkaya seluruh aspek kehidupan, mencakup hubungan interpersonal, cara mengatasi stress dan pemecahan masalah.
Dari segi karir, konseling bisa menjadi sangat menyenangkan dan menghasilkan. Konseling memberikan banyak kesempatan untuk para praktisi untuk membuat kontribusi yang signifikan bagi profesi mereka. Para praktisi dapat mengembangkan pendekatan baru dalam konseling atau terlibat dalam isu-isu profesional misalnya izin kerja. Banyak cara untuk melibatkan diri dalam profesi konseling dan buku ini memberi identifikasi terhadap beberapa permasalahan dalam konseling yang ingin dieksplorasi.

APA ITU KONSELING?
Konseling dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis yang diasosiasikan dengan profesi yang baru saja muncul. Proses ini melibatkan konselor terlatih yang memberi batuan terhadap klien dengan permasalahan tertentu. Dalam proses ini, konselor dapat menggunakan beragam strategi konseling, misalnya individual, kelompok, atau konseling keluarga untuk membantu klien melakukan perubahan yang menguntungkan, memfasilitasi perubahan perilaku, meningkatkan keterampilan coping, mengasah kemampuan membuat keputusan dan mengembangkan hubungan interpersonal. 

Seni dan Ilmu dalam Konseling dan Psikoterapi
Konseling merupakan perpaduan dari seni dan ilmu. Model seni-ilmu ini mengemukakan bahwa konseling merupakan suatu upaya untuk menyeimbangkan dimensi subjektif dan objektif dalam proses konseling.
Asal usul teoritis dari ilmu dan seni konseling dan psikoterapi dapat ditelusuri dari model ilmuwan-praktisi yang dikembangkan di Boulder, Colorado tahun 1949. Model ini mengemukakan bahwa ilmu memberikan dasar bagi praktik klinis. Model seni-ilmu dalam konseling dan psikoterapi menyajikan perluasan dari model ilmuwan-praktisi. Dalam model ini, ilmu dan konseling memunculkan dasar bagi pengetahuan yang meningkatkan kompetensi dan efikasi dalam konseling. Seni konseling melibatkan penggunaan dasar pengetahuan ini untuk mengembangkan keterampilan yang dapat diaplikasikan secara sensitif terhadap klien dalam konteks masyarakat multikultur. Seni konseling berhubungan dengan dimensi subjektif, dan ilmu konseling merefleksikan dimensi objektif dari konseling. Fokus konseling dapat dimajukan atau dimundurkan antara kedua dimensi tersebut seiring seseorang melalui proses konseling. Seni dan ilmu dapat menciptakan keseimbangan pendekatan dalam konseling.
SENI KONSELING. Pada cakupan yang luas, konseling merupakan seni. Konseling disebut seni karena memiliki proses yang fleksibel dan kreatif dimana konselor menyesuaikan pendekatan terhadap kebutuhan klien yang unik.
Aspek lain dari konseling adalah mengenai apa yang diberikan seseorang dalam konseling. Konsep ini ditarik dari psikologi humanistik, menekankan pada pentingnya untuk konselor agar menjadi otentik dan manusiawi dalam menggunakan pendekatan mereka. Konselor harus berhati-hati dalam mengekspresikan perasaan yang intens terhadap klien. Konselor harus menghindari keterlibatan yang terlalu lekat dengan klien sehingga mereka kehilangan objektivitas sebagai konselor. Konselor juga harus menyadari bahwa perhatian yang berlebihan terhadap klien akan membawa pada burnout. Mengkomunikasikan emosi bisa saja bukan suatu praktik yang tepat bagi konselor, oleh karena itu keterampilan ini harus terus dikembangkan sepanjang waktu.
ILMU KONSELING. Ilmu konseling memberikan keseimbangan dalam seni konseling dengan menciptakan dimensi objektif dalam proses konseling. Claiborn (1987) mencatat bahwa ilmu merupakan aspek penting terkait identitas konselor yang di dalamya terdapat perspektif keilmuan yang membedakan konselor profesional dengan konselor non-profesional. Berpikir seperti ilmuwan mensyaratkan konselor untuk memiliki keterampilan untuk memformulasikan pengamatan dan pengambilan kesimpulan yang objektif, pengujian hipotesis, dan mengembangkan teori. Menurut Claiborn, model ilmuan-praktisi yang dikemukakan oleh Pepinsky dan Pepinsky dapat memberikan pedoman yang bermanfaat bagi konselor kontemporer. Model ini mengkonsepsikan ilmu dan praktik sebagai suatu aktivitas yang terintegrasi, saling ketergantungan dan overlap. Hubungan antara teori, penelitian dan praktik mengilustrasikan ilmu dan praktik yang saling melengkapi.
Aspek ilmu dalam konseling juga mendorong konselor untuk mengembangkan kepengamataterampilan yang dapat meningkatkan objektivitas profesional mereka dalam proses konseling. Penggunaan tes psikologis, pendekatan sistematis dalam diagnosis, dan metode penelitian untuk menegakkan akuntabilitas dan efikasi konseling merupakan aspek lain dari model keilmuan. Aspek-aspek tersebut harus dipandang sebagai entitas konseling yang terpisah, konselor juga perlu mengintegrasikan keterampilan dan strategi yang dimiliki pada keseluruhan peran dan fungsi mereka.

Konseling sebagai Pembacaan Cerita (Storytelling)
Howard (1991) dan Sexton dan Whiston (1994) mengemukakan metode naratif (storytelling) untuk memahami perilaku manusia, metode tersebut menjadi terkenal dalam psikologi. Psikologi naratif dan aplikasinya dalam konseling sebagai bentuk storytelling berhubungan dengan kecenderungan komplementer yang sedang muncul dalam konseling (postmodernisme dan pendekatan konseling singkat terfokus pada solusi). Pendekatan naratif dalam konseling bertujuan untuk menyederhanakan dan mempermudah konseling dengan cara menaruh fokus terhadap bahasa klien yang bertentangan dengan jargon psikologis. Peran konselor adalah, terlibat dalam hubungan kolaboratif dan tidak imposisional dengan kliennya.
Saat klien memaparkan kisah hidup mereka, terapis perlu mendeteksi permasalahan apa yang dialami klien dari kisah hidupnya tersebut, terapis juga perlu memutuskan bagian mana dari kisah tersebut yang menunjukkan penyimpangan minor yang dialami klien. Klien dan terapis harus berelaborasi dalam rangka membangun suatu penyesuaian dan perbaikan bagi permasalahan yang dialami klien. (Howard 1991)
Meichenbaum dan Fitzpatrick (1992) memberikan informasi tambahan dalam storytelling terkait bagaimana seseorang mengatasi stress :
  • 1.       Individu mengorganisasikan informasi terkait cerita mengenai diri mereka
  • 2.       Peristiwa negatif dan membuat stress mempengaruhi sistem kepercayaam individu, yang kemudian akan mengalihkan cerita mereka
  • 3.       Bagaimana individu menggambarkan kembali cerita mereka akan mempengaruhi sebaik apa upaya mereka dalam mengatasi stress
  • 4.       Literatur mengenai naratif yang adatif dan nonadaptif serta bagaimana melakukan pelatihan inokulasi stress, dapat digunakan untuk membantu klien mengkonstruk naratif yang adaptif dalam menghadapi peristiwa hidup yang membuat stress.


Konseling dan Psikoterapi
Beberapa literatur tidak membuat perbedaan yang jelas antara konseling dan psikoterapi, karena keduanya lebih banyak memiliki kesamaan dibanding perbedaan. Konselor bisa saja melakukan konseling dan psikoterapi dalam satu sesi, prosesnya pun dapat berbaur.
Perbedaan utama antara konseling dan psikoterapi adalah bahwa konseling hanya menangani keadaan mental yang sadar sementara psikoterapi menangani keadaan sadar dan tidak sadar pada klien. Perbedaan lainnya terletak pada fokus, masalah klien, tujuan, penanganan, dan setting.
Konseling cenderung developmental, sementara psikoterapi cenderung remediatif. Konseling lebih preventatif dan memfasilitasi perkembangan, sementara psikoterapi merupaka pemberian bantuan terarah untuk membantu klien memulihkan luka psikologis yang disebabkan oleh masalah yang mereka alami, misalnya kecemasan dan depresi.
Konseling digunakan terhadap klien yang permasalahannya tidak berakar dari gangguan mental serius, misalnya klien dengan problema kehidupan seperti konflik anak dan orangtua, pertikaian pasangan menikah atau masalah keluarga. Tujuan konseling cenderung lebih memfokuskan pada pemecahan suatu masalah, misalnya membantu klien menghadapi hubungan yang sulit atau membuat keputusan karir. Program treatment dalam konseling bervariasi menurut permasalahan yang dialami klien. Pendekatan konseling biasanya dilakukan secara jangka pendek, melibatkan satu sesi tiap minggunya dan berlangsung antara 3 sampai 12 minggu. Layanan konseling juga dapat dilakukan di berbagai tempat seperti sekolah, tempat ibadah, dan klinik kesehatan mental.
Psikoterapi merupakan proses yang dapat digunakan untuk membantu klien yang mengalami permasalahan yang lebih kompleks, misalnya gangguan mental. Psikoterapi dapat berlangsung dalam jangka pendek dan jangka panjang. Permasalahan dalam psikoterapi jangka pendek biasanya sama dengan permasalahan yang ditangani dalam konseling misalnya konflik marital, sementara dalam psikoterapi jangka panjang masalah yang ditangani biasanya lebih mendalam seperti depresi dan skizofrenia. Psikoterapi merupakan upaya yang kompleks dan membutuhkan keahlian dalam beberapa area, upaya ini berhubungan dengan proses sadar dan tidak sadar (misalnya hipnosis, tes proyektif dan analisis mimpi). Sesi psikoterapi biasanya berlangsung satu kali setiap minggu, dan berlangsung selama 3 sampai 6 bulan, terkadang lebih lama. Biasanya psikoterapi berlangsung di setting tempat yang pribadi seperti di klinik praktik pribadi, pusat kesehatan mental dan rumah sakit.

TABEL 1.1 PERBANDINGAN ANTARA KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Konseling
Psikoterapi
Fokus
Developmental – mengembangkan keterampilan coping untuk memfasilitasi perkembangan dan mencegah masalah
Remediatif – bertujuan untuk membantu klien mengatasi masalah yang dialami, misalnya kecemasan atau depresi
Masalah klien
Klien cenderung memiliki ‘masalah seputar kehidupan’, seperti kesulitan dalam hubungan, atau kebutuhan bantuan atas permasalahan tertentu, seperti pilihan karir
Masalah klien lebih kompleks dan bisa saja memerlukan prosedur diagnostik formal untuk menentukan apakah masalah tersebut termasuk ke gangguan mental
Tujuan
Fokus terhadap tujuan jangka-pendek (resolusi terhadap masalah yang ada saat itu)
Fokus terhadap tujuan jangka-panjang, yang melibatkan proses seperti membantu klien mengatasi gangguan mental tertentu
Pendekatan treatment
Program treatment dapat mencakup pendekatan preventif dan beragam strategi konseling untuk membantu permasalahan klien
Pendekatan psikoterapeutik biasanya lebih kompleks, menggunakan strategi yang berkaitan dengan proses sadar dan bawah sadar.
Setting/latar
Layanan konseling dapat diberikan di beragam tempat seperti sekolah, tempat ibadah dan klinik kesehatan mental
Psikoterapi biasanya diberikan dalam setting seperti praktik pribadi, pusat kesehatan mental, dan rumah sakit.

Perbedaan Pemberian Bantuan Formal dengan Informal
Beberapa inidvidu yang tidak memiliki pelatihan konseling secara formal dapat memberikan bantuan yang sangat bernilai. Helper informal ini biasanya memiliki beberapa kualitas yang dikaitkan dengan konselor yang efektif, misalnya kasih sayang, tidak berprasangka, dan memiliki keterampilan mendengarkan. Meskipun demikian, konselor profesional tetap saja berbeda dengan helper informal dalam beberapa hal, diantaranya.
1.       Konselor dapat memelihara tingkat objektivitas karena mereka tidak terlibat secara langsung dalam kehidupan klien. Meski ada beberapa pengecualian helper informal biasanya memiliki hubungan pribadi dengan klien sehingga dalam memberi bantuan mereka cenderung merefleksikan bias personal.
2.       Konselor memiliki pedoman kode etik dari organisasi profesi suatu negara. Kode etik ini didesain untuk melindungi hak-hak klien. Etik kerahasiaan informasi klien misalnya, dapat membuat klien merasa lebih bebas untuk membagi perasaan dan pikiran mereka dengan konselor profesional dibanding helper informal.
3.       Konseling formal dapat menjadi pengalaman yang intens dan menguras emosi. Setelah menjalin rapport, konselor bisa memutuskan untuk mengkonfrontasi klien apabila diperlukan. Helper informal biasanya menghindari konfrontasi karena ingin melindungi hubungan persahabatan dengan klien, hal ini bisa menyebabkan helper informal menarik klien dari kesempatan untuk kontak perasaan.
4.       Konselor profesional memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi dan teknik konseling secara sistematis dalam rangka memfasilitasi perkembangan klien. Karena kurangnya pendidikan yang relevan, helper informal tidak mengenal strategi dan teknik konseling tersebut sehingga mereka tidak dapat menggunakannya dalam proses pemberian bantuan. Helper informal biasanya hanya menggunakan metode pemberian saran saja kepada kliennya.

Kualitas Pribadi dari Helper yang Efektif
Brammer (1999) mengajukan formula pemberian bantuan yang menjadi model konseptual dalam menjelaskan proses konseling, formula tersebut adalah :
Kepribadian
Helper
+
Keterampilan
Pemberian Bantuan
=
Kondisi yang
Memfasilitasi
Perkembangan
à
Hasil yang Spesifik

Formula tersebut menerangkan bahwa apabila kepribadian helper dipadukan dengan keterampilan pemberian bantuan, misalnya teknik konseling, dapat menghasilkan kondisi yang dapat memfasilitasi perkembangan klien. Formula ini menekankan pentingnya kepribadian helper (Brammer, 2002). Bukti-bukti mendukung bahwa karakteristik konselor memainkan peran penting dalam efikasi konseling. Combs (1969), mengemukakan teknik sentral dalam konseling adalah penggunaan ‘diri sebagai instrumen’ suatu perubahan. Dengan kata lain konselor menggunakan kepribadian mereka untuk menciptakan dorongan dan dukungan bagi klien. Roger (1981), mencatat bahwa persepsi klien terhadap sikap konselor lebih penting daripada teori dan metode yang dimiliki konselor. Roger menggarisbawahi fakta bahwa klien tertarik dan terpengaruh oleh gaya pribadi konselor.
Strong (1968) mengemukakan bahwa konselor diyakini sebagai seorang yang ahli, atraktif dan dapat dipercaya. Corey, Corey dan Callanan (2003) menambahkan bahwa konselor yang efektif tampil sebagai model bagi klien mereka dengan cara terlibat secara aktif dalam pengembangan diri mereka, memperluas kesadaran diri dan bersikap jujur dalam hidup serta mengasosiasikan pilihan mereka dengan pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Beutler, Machado dan Neufeldt (1994) menemukan beberapa dukungan empiris bagi karakteristik konselor lainnya yakni kesejahteraan emosional, keterbukaan diri dan optimisme.
Tidaklah realistik untuk mengatakan bahwa konselor yang efektif harus merupakan tipe orang tertentu. Namun literatur juga tidak menentukan kualitas mendasar yang cenderung penting bagi proses konseling, oleh karena itu Nystul (2006) merangkum dan mengemukakan 14 karakteristik pribadi dari konselor yang efektif, yakni :
1.       Mendorong/menganjurkan. Menjadi seseorang yang dapat mendorong kiennya melalui masalah merupakan karakteristik paling penting untuk menjadi konselor yang efektif. Dorongan/ anjuran dapat membantu klien mempercayai potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang.
2.       Artistik. Menjadi artistik berarti menjadi kreatif dan fleksibel dalam menyesuaikan teknik konseling dengan kebutuhan unik klien. Seperti seniman sejati menyerahkan sesuatu dari diri mereka ketika membuat suatu karya, begitu pula konselor menyerahkan sesuatu dari diri mereka pada proses konseling. Konselor efektif tidak dapat menjaga jarak emosional dari klien apabila hal tersebut malah menghambat pertumbuhan klien. Jika perlu, konselor harus mengizinkan diri mereka memasuki dunia klien, yang secara langsung dan personal terpengaruh oleh proses konseling. Hal ini dapat membantu konselor meningkatkan sikap keotentikan dan kesejatian (genuineness).
3.       Stabil secara emosional. Beberapa konselor mempelajari profesi konseling dengan tujuan untuk menangani sendiri permasalahan kejiwaan serius yang mereka alami. Konselor yang tidak seimbang secara emosional ini bisa saja lebih banyak membawa bahaya daripada kebaikan bagi kliennya. Konselor yang tidak konsisten tidak hanya membuang-buang waktu tapi juga menciptakan kebingunan dan rasa tidak aman dalam diri kliennya.
4.       Empati dan penuh kasih sayang. Konselor yang efektif, peduli terhadap orang lain dan memiliki keinginan membantu mereka yang membutuhkan, sensitif terhadap keadaan emosi orang lain dan dapat mengkomunikasikan pemahaman terhadap kesulitan yang dialami orang lain dalam hidup. Klien akan merasakan dukungan dan kebaikan dari konselor semacam ini, hal ini lah yang membantu klien untuk memiliki keberanian menghadapi hidup secara realistik serta mengeksplorasi adanya arah baru dan kemungkinan baru dalam hidup.
5.       Memiliki kesadaran-diri. Kesadaran diri membuat seorang konselor menyadari keterbatasannya serta memonitor kebutuhan-kebutuhan mereka sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara yang tidak mengganggu proses konseling. Kesadaran diri memerlukan upaya yang berkelanjutan dari konselor.
6.        Penerimaan-diri. Penerimaan diri mengungkapkan bahwa konselor merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Penerimaan diri mengurangi kesenjangan antara diri sebenarnya dan diri ideal sehingga tidak membawa konselor pada kecemasan-kecemasan yang tidak jelas.
7.       Self-esteem positif. Dapat membantu konselor menghadapi kehidupan personal dan profesional seorang konselor serta memelihara stabilitas emosionalnya.
8.       Realisasi-diri. Merupakan proses mengaktualisasikan potensi seseorang, merepresentasikan perjalanan menuju pertumbuhan dan penemuan diri. Konselor yang efektif menyadari bahwa pertumbuhan memerlukan komitmen, resiko dan penderitaan. Dengan menerima pengalaman hidup dan belajar darinya, konselor dapat menciptakan antusiasme dalam diri mereka, antusiasme konselor dapat menciptakan energi dan optimisme dalam diri klien.
9.       Keterbukaan diri. Konselor yang efektif membuka perasaan dan pikiran mereka secara konstruktif. Saat konselor mencontohkan keterbukaan, maka mereka mendorong klien untuk terbuka, keterbukaan dalam diri klien sangat membantu proses konseling.
10.   Berani. Konselor dengan keberanian untuk mengkomunikasikan kelemahan-kelemahan mereka seperti halnya kelebihan-kelebihan mereka berarti telah menjadi figur yang terbuka dan otentik. Konselor semacam ini menyajikan pandangan realistik terhadap kondisi manusia, dan dapat membantu klien untuk mencegah pengalahan-diri, dan kecenderungan perfeksionis. Keberanian untuk menjadi tidak sempurna juga dicerminkan oleh konselor yang mencari bantuan layanan konseling saat dibutuhkan.
11.   Sabar. Merupakan sikap yang sangat bernilai dalam konseling. Membantu seseorang untuk berubah merupakan proses yang kompleks dan memerlukan upaya yang signifikan. Konselor harus sabar dan mengenali tujuan mencapai keseluruhan kemajuan terapeutik ke arah yang positif.
12.   Tidak berprasangka. Konselor harus berhati-hati agar tidak menunjukkan nilai dan kepercayaan yang mereka anut pada klien. Menjadi tidak berprasangka berarti mengomunikasikan respek terhadap klien dan membiarkan mereka mengaktualisasikan potensi uniknya.
13.   Toleran tehadap ambiguitas. Ambiguitas dapat diasosiasikan dengan seni konseling. Meskipun ilmu konseling dapat berkontribusi bagi pemahaman objektif dari proses konseling, konselor harus mampu menoleransi ambiguitas yang ada.
14.   Spiritualitas. Merupakan nilai-nilai yang mengarah pada dimensi sipritual-religius dalam proses pemberian bantuan. Karakteristik dari spiritualitas meliputi kepekaan terhadap isu-isu spiritual-religius dalam diri seseorang dan orang lain (misalnya mengenai konsep moralitas dan jiwa) serta mampu memfungsikan dan berhubungan dengan dunia spiritual juga membedakannya dari dunia material.

Profesi Pemberian Bantuan
Konseling dapat dipahami sebagai bagian dari profesi pemberian bantuan secara umum, selain psikologi dan psikiatri, yang membedakan konseling dari keduanya adalah program pelatihan yang unik dan spesialisasi yang dihasilkan oleh suatu program. Anggota dari profesi pemberian bantuan bekerja bersama sebagai tim. Psikiater, pekerja sosial psikiatri, psikolog dan konselor menggabungkan keterampilan khusus mereka untuk memberikan layanan yang komprehensif di bidang kesehatan mental.
TABEL 1.2 JENIS-JENIS HELPER PROFESIONAL
JENIS HELPER
TINGKAT PENDIDIKAN DAN LISENSI YANG DIBUTUHKAN
KETERAMPILAN DAN TANGGUNG JAWAB
SETTING PEKERJAAN
Konselor kesehatan mental
Sarjana di bidang konseling. Kebanyakan memerlukan lisensi
Penggunaan strategi konseling dan psikoterapeutik
Pusat kesehatan mental masyarakat, rumah sakit dan praktik pribadi
Konselor pernikahan, keluarga dan anak
Sarjana di bidang konseling dengan lisensi untuk menjadi konselor pernikahan, keluarga atau anak
Konseling pernikahan, keluarga dan anak
Praktik pribadi
Pekerja sosial psikiatrik
Sarjana di bidang sosial. Kebanyakan memerlukan lisensi
Konseling dan psikoterapi, biasanya dari perspektif keluarga; pengetahuan mengenai layanan psikiatrik; kemampuan untuk membantu klien yang memerlukan layanan sosial (masalah makanan, pemukiman, kekerasan dan pengabaian, perawatan dan kasih sayang)
Kebanyakan bekerja di rumah sakit dan agen pelayanan sosial, dan beberapa memiliki praktik pribadi
Konselor pastoral
Sarjana di bidang konseling. Beberapa memerlukan lisensi dan sertifikasi
Konseling dan psikoterapi dari perspektif religi. Beberapa fokus terhadap persoalan pernikahan dan keluarga
Tempat ibadah atau agensi-agensi yang diakui pemerintah
Psikolog konseling dan klinis
Psy.D, Ph.D atau Ed.D (doktor psikologi, filsafat, atau pendidikan). Seluruhnya memerlukan lisensi dan sertifikasi
Konseling dan psikoterapi, pemeriksaan psikologis, dan spesialis kesehatan mental. Beberapa memiliki hak untuk memberi resep
Pusat konseling universitas, pusat kesehatan mental masyarakat, rumah sakit dan praktik pribadi
Psikiater
M.D (sarjana medis/kedokteran) dan 3-4 tahun pelatihan khusus di bidang   psikiatri. Seluruhnya memerlukan lisensi
Treatment terhadap gangguan mental serius, biasanya melibatkan penggunaan medikasi, beberapa melibatkan konseling dan psikoterapi
Rumah Sakit, pusat kesehatan mental masyarakat dan praktik pribadi
Perawat psikiatrik
R.N (lulusan perawat terdaftar). Seluruhnya memerlukan lisensi
Keterampilannya membantu penanganan psikiatrik terhadap gangguan mental dengan mengawasi medikasi dan memberi konseling dan psikoterapi
Rumah sakit dan pusat kesehatan mental masyarakat
Konselor sekolah
Kebanyakan memerlukan sarjana di bidang konseling. Seluruhnya memerlukan lisensi dan sertifikasi sebagai konselor sekolah
Konseling karir, konseling pribadi, konsultasi dengan staff sekolah dan orang tua siswa
Sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi
Psikolog sekolah
Kebanyakan memerlukan sarjana di bidang psikologi atau bidang lain yang berhubungan. Seluruhnya memerlukan lisensi dan sertifikasi sebagai konselor sekolah
Pemeriksaan psikologis, koneling dan konsultasi
Sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi

KONSELING : MASA LALU, MASA KINI DAN MASA DEPAN
Konseling dari Perspektif Historis
Kotler dan Brown (2000) menelusuri asal-usul konseling mulai dari keberadaan awalnya sampai evolusi konseling menuji praktik klinis yang lebih modern.
·         Hipocrates (400 B.C)
Mengembangkan sistem klasifikasi gangguan mental dan tipe kepribadian
·         Socrates (400 B.C)
Self awareness sebagai keadaan paling murni dari pengetahuan
·         Plato (350 B.C)
Perilaku manusia sebagai keadaan internal
·         Aristotle (350 B.C)
Perspektif psikologi dari emosi, termasuk amarah
·         St Augustine (A.D 400)
Introspeksi penting untuk mengontrol emosi
·         Leonardo da Vinci (1500)
Menggambarkan kondisi manusia dalam lingkup seni dan ilmu
·         Shakespeare (1600)
Karakter yang kompleks secara psikologis dalam bidang kesusastraan
·         Philippe Pinel (1800)
Kondisi abnormal dalam lingkup neurosis dan psikosis
·         Anton Mesmer (1800)
Hipnosis untuk menangani kondisi psikologis
·         Charles Darwin (1850)
Perbedaan individual terbentuk oleh peristiwa evolusioner yang berhubungan dengan kemampuan bertahan hidup suatu spesies
·         Soren Kierkegaard (1850)
Pemikiran eksistensial berhubungan dengan pemaknaan pribadi terhadap kehidupan
·         Freud, Adler, Jung (1900)
Psikoanalisis, psikologi individual dan psikologi analitik yang menjadi fondasi awal bagi praktik klinis
·         Carl Rogers (1981)
Pendekatan person centered yang menjadi pijakan berkembangnya kekuatan ketiga dalam psikologi yakni humanistik
·         Albert Ellis (1994) dan Aaron Beck (1993)
Pendekatan kognitif-behavioral yang fokus terhadap simptom-simptom seperti depresi dan kecemasan
·         Gergen (1994)
Sosial konstruksionisme
·         De Shazer (1994)
Pendekatan brief solution focused terhadap konseling
·         Mahoney (1995)
Teori postmodernisme terhadap konstruktivisme. Teori postmodernisme telah menciptakan kesempatan untuk mengangkat paradigma dalam konseling yang terkait peran kognisi, bahasa dan permainan naratif dalam menetapkan kebenaran, pengetahuan dan realita.
·         Norcross dan Hill (2003)
Treatment yang didukung secara empiris

KEJADIAN KUNCI BERSEJARAH. Beberapa kejadian penting dalam sejarah perkembangan bimbingan :
Pergerakan awal
·         Frank Parson, Boston Vocational Bureau (1908)
Konseling vokasional/konseling karir yang memfokuskan pada mendorong klien untuk mengeksplorasi potensi unik yang mereka miliki alam hubungannya dengan dunia kerja. Bimbingan karir ini menjadi pijakan awal pergerakan bimbingan dan konseling di dunia.

Pergerakan di bidang tes yang terstandarisasi
·         Galton (1890)
Mengembangkan tes terstandarisasi dalam bimbingan dengan mengembangkan tes untuk mendiferensiasikan karakteristik genetika
·         Cattel (1890)
Konsep mengenai tes mental
·         Binet (1905)
Tes skala intelegensi pertama
·         1960
Peningkatan sensitivtas terhadap isu-isu multikultural dalam lingkup konstruksi dan penggunaan tes

Pergerakan di bidang kesehatan mental
·         Clifford Beers (1908)
Peningkatan kesadaran publik terhadap isu-isu terkait kesehatan mental. Beer mendirikan Society for Mental Hygiene yang mengusung program treatment komprehensif bagi penderita gangguan mental
·         1952
Perkembangan medikasi terhadap penderita gangguan mental serius seperti skizofrenia. Karena kesulitan mengembangkan program tindak lanjut bagi pasien, maka berkembang layanan profesional yang memberikan treatment lebih efektif terhadap penderita gangguan mental kronis

Pergerakan di bidang profesi konseling
·         National Defense Educational Act  (1958)
Memberikan dana untuk pelatihan konselor sekolah sehingga jumlah konselor yang bekerja di sekolah-sekolah Amerika Serikat mengalami peningkatan. Peran NDEA sangat signifikan sebagai pijakan awal perkembangan profesi konseling

Kecenderungan di Masa Kini
PENELITIAN. Gelso dan Fassinger (1990) mencatat bahwa dalam dekade terakhir terjadi peningkatan minat terhadap metodologi penelitian alternatif yang menggabungkan lebih banyak desain berbasis lapangan dengan lebih sedikit desain berbasis laboratorium.
Model ilmuwan-praktisi yang menekankan pentingnya mengintegrasikan penelitian pada praktik klinis menjadi kurang populer, sama hal nya dengan penelitia kuantitatif yang menggunakan abstraksi statistik, hanya sedikit digunakan oleh konselor yang menangani isu-isu individual. Sementara itu, metode penelitian alternatif (penelitian kualitatif) mengalami peningkatan dikarenakan fokusnya terhadap penggunaan wawancara yang bertujuan untuk menemukan informasi yang relevan dari klien dianggap paralel dengan proses konseling.
Baru-baru ini desain penelitian mixed methods muncul sebagai upaya untuk menyatukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian. Desain ini memungkinkan data untuk dikumpulkan dan dianalisis menggunakan beragam perspektif serta mempertimbangkan dimensi subjektif dan objektif.
PERSOALAN ETIS-LEGAL. Lawrence dan Kurpius (2000) mencatat bahwa isu-isu terkait konseling minor (anak dan remaja) merupakan area yang sedang menuai perhatian. Isu-isu terkait, pemberian keterangan, kerahasiaan, dan pelaporan atas kasus tertentu seperti kekerasan atau pengabaian terhadap anak, menjadi tantangan bagi para konselor saat ini.
Isu kerahasiaan menjadi persoalan unik saat melakukan konseling minor, dan aturan terhadap hal tersebut bervariasi, bergantung pada hukum, setting dan kode etik yang berlaku dalam suatu wilayah. Penting bagi konselor untuk sadar atas informasi yang rahasia dan menjamin hak semua pihak yang terlibat dalam konseling.
KONSELING MULTIKULTURAL. Konseling multikultural saat ini menjadi pusat pengembangan profesi konseling. Kompetensi multikultural telah menjadi diidentifikasi dan diasosiasikan dengan hubungan antara konselor dan klien, termasuk kesadaran diri konselor, pengetahuan seputar budaya dan intervensi yang sensitif secara kultural (peka budaya).
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN MENTAL. Manajemen pelayanan kesehatan mental berkembang pada akhir 1980-an dan berlanjut sebagai bagian utama dari perawatan kesehatan kontemporer (Freeman, 1995). Rupert dan Baird (2004) mempelajari dampak dari manajemen perawatan terhadap praktik psikologi independen, hasil studi menunjukkan bahwa manajemen perawatan merupakan sumber stress bagi para praktisi khususnya dalam lingkup pembuatan makalah serta hambatan eksternal seperti isu-isu penggantian pembayaran dan burnout.
PENANGANAN YANG DIDUKUNG SECARA EMPIRIS. Norcross dan Hill (2003) telah mencatat suatu pergerakan internasional dalam profesi perawatan kesehatan menjadi penanganan yang didukung secara empiris (Empirically Supported Treatment/EST). EST muncul sebagai program yang menjanjikan bagi pelayanan kesehatan mental. EST mengusung akuntabilitas dan memberikan panduan bagi penelitian dan pengembangan penanganan kesehatan mental. Strategi penelitian terkait EST dapat melibatkan pertimbangan terhadap faktor kemanusiaan seperti hubungan konseling.
PSIKOLOGI POSITIF. Psikologi positif menekankan pada peran kekuatan dan emosi positif seperti kebahagiaan, harapan, kesenangan, dan memaafkan terhadap kesejahteraan diri. Harris dkk (2007) merekomendasikan bahwa konselor perlu mempertimbangkan psikologi positif saat memformulasikan tujuan konseling, serta menggunakan bahasa kekuatan dan solusi sat memformulasikan intervensi. Perspektif modernisme seperti psikologi naratif bekerja baik terhadap psikologi positif dalam lingkup peningkatan pemenuhan-diri dalam mencapai kesuksesan.
KONSELING SINGKAT TERFOKUS PADA SOLUSI. Banyak teori konseling utama yang ditafsirkan kembali melalui perspektif konseling singkat. Beberapa model konseling singkat memiliki fokus pada pemecahan masalah, sementara beberapa lainnya fokus pada solusi. Model konseling singkat memberikan kesempatan untuk mengkonseptualisasikan kembali teori konseling dari perspektif kekuatan.
GANGGUAN MENTAL. Yager (1989) dan Pincus (1989) membuat proyeksi mengenai dampak dari kemajuan sains terhadap diagnosis dan penanganna gangguan mental. Proyeksi tersebut antar lain:
·         Genetika akan memainkan peran penting dalam diagnosis dalam penanganan gangguan mental
·         Ahli neurobiologi akan memperolah pemahamam yang lebih lengkap mengenai peran neurotransmiter atau agen yang memfasilitiasi hubungan antara neuroneuron dalam hal perkembangan dan penanaganan gangguan mental
·         Peneliti psikofarmakoligi akan mengmbangkan medikasi yang lebih efektif dengan lebih sedikit efek samping yang tidak diinginkan untuk menangani gangguan mental
·         Ahli sosiobiologi akan mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu munculnya gangguan mental
·         Kemajuan dalam teknologi dan software komputer akan memungkinkan para praktisi untuk membuat diagnosis dan treatment yang lebih baik terhadap gangguan mental      
POSTMODERNISME. Mempertimbangkan bahwa kebenaran , pengetahuan dan kenyataaan tercermin secara kontekstual dalam lingkup sosial, politik, kultural dan aspek lainnya yang memiliki dampak terhadap pengalaman pribadi. Postmodernisme meberi kesempatan untuk menggabungkan beragam persoalan seperti peran kebudayaan dan perkembangan ekonomi kedalam konseling dan kesehatan mental. Kecendrungan postmodernisme dasosiasikan denga munculnya dua teori psikologi (konstruktifisme dan konstruksionisme sosial) yang memiliki implikasi utama dalam menkonseptualisaiskan kembali proses konseling.  Konstrktifisme menekankan peran kognsi dalam menginterpretasikan peritiwa-peristiwa eksternal, sementara konstruksionisme sosial menguraikan dampak dari spek sosial dalam mengkonstruksi kenyataan. Kecendrungan postmodernisme memberikan kesempatan untuk membangun teori khususnya dalam lingkup penggabungan beragam persoalan kedalam konseling.
SPIRITUALITAS. Dapat diartikan sebagai kualitas universal manusia ynag tecermin dalam pencarian makna dari eksistensi. Spiritualitas dan agama saling berhubungan, agama memberi struktur dimana spiritualitas dapat diekspresikan. Spiritualitas dapat menjadi aspek yang penting dalam seluuh tahapan proses konseling, mulai darimembangun hubungan, melakukan penialaina, penetapan tujuan dan pemberian treatment. Literatur konseling memberikan dukungan empiris bagi wilayah spiritual dalam konseling. Banyak klien mengindikasikan bahwa mereka tidak dibantu secara efektif kecuali isu-isu spiritual yang terkait dengan mereka ditangani secara sensitif. Kesehatan spiritual memerankan peran penting dalam kesehatan fisik dan psikologis.
CYBERCOUNSELING. Atau konseling via internet menjadi semakin populer dalam pemberian layanan konseling saat ini. Cyberconseling dapat mengambil berbagai bentuk, namun seringkali melibatkan pembuatan website oleh konselor atau konseling via email. Halley (2005) mengidentifikasi sejumlah bentuk cybercounseling yang sering sigunakan yakni:
·         Konseling via email
·         Konseling via buletin board
·         Konseling chat room
·         Konseling web thelepone
·         Konseling dibantu atau distimulasi oleh komputer
·         e-coaching
Wiggins- Frame (1998) mengidentifikasi keuntungan dan bahaya dari cybercounseling. Keuntungannya mencakup meberikan layanan pada indivisu yang tidak mampu menerima layanan tatap muka, lebih menarik bagi individu yang mengalami kecacatan misalnya gangguan pendengaran. Bahaya cybercounseling mencakup masalah etik seperti sulitnya menjamin kerahasiaan dan kesejahteraan klien, serta sulitnya memberikan keterangan atau informasi yang memadai. Cybercounseling juga merupakan sumber konseling yang tidak stabil bisa diberikan oleh provider yang tidak kredensial dan biasanya tidak bertahan lama
TEKNOLOGI. Halley (2005) memberi tinjauan mengenai penggunaan teknologi dalam konseling, ia memperkirakan pada 2008 90% konselor akan menggunakan teknologi dalam lingkungan pekerjaan mereka. Ragam penggunaan teknologi tersebut antara lain:
·         komputer sebagai konselor
·         sistem komputer voice-activated
·         pemberian tes secara online
·         database
·         alat bantu intervensi klien forum pemberian informasi dan layanan
·         kelompok self help virtual
·         refferal kilen dan terapis melalui website
·         supervisi konselor melalui kamera monitor dan videotape
KONSELING UNTUK SISWA BERMASALAH-TIDAK TERTANGANI. Istilah bermasalah dan tidak tertangani digunakan untuk menggambarkan isu personal dari siswa dalam program pelatihan atau pembelajaran di sekolah. siswa tidak tertangani mengacu pada siswa yang menderita gangguan mental ketegangan emosional dan konflik personal lain yang mengurangi fungsi profesional. Siswa bermasalah mengacu pada siswa yang memiliki perilaku yang tidak dapat diterima, misalnyaperilaku interpersonal yang tidak layak selama pelatihan atau praktek klinisprogram pelatihan memberikan pedoman bagi apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat atau tidak dapat diterima serta apa yang harus dilakuka saat siswa terlibat dalam perilaku yang tidak dapat diterima. Persoalan mengenai hal-hal yang normal secara developmental, misalnya konselor yang gugup saat mengahadap klien pertamanya hars dibedakan dari respon emosional yang abnormal. Siswa bermasalah juga harus dibedakan dari siswa yang tidak tertangani. 


REFERENSI :

Bradley T. Erford. (2004). Professional School Counselor. USA: Pro-Ed.
Cavanagh, Michael E & Levitov, Justin E. (2002). The Counseling Experience : A Theoritical and Practical Approach (2nd Edition). Illinois : Waveland Press Inc.
Daniel T. Sciarra. (2004). School Counseling. Belmont, CA, USA : Thomson.
David Geldard and Kathryn Geldard. (2001). Basic Personal Counseling. Australia : Prentice Hall.
Kartadinata, Sunaryo. (2005). “Arah dan Tantangan Bimbingan dan Konseling Profesional: Historik – Futuristik”, dalam Kumpulan Makalah Pendidikan dan Konseling di Era Global: Dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan. Bandung: Rizqi Press.
Lewis, Michael D. Richard L. Hayes & Judith A. Lewis. (1986). An Introduction to The Counseling Professian. Illionis: Peacock Publisher.
Natawidjaja, R. (1987). Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok. Jakarta : Depdikbud. Ditjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Nystul, Michael. S. (2006). Introduction to Counseling : an art and science perspective 4th edition. New Jersey Pearson Education Inc.
Syamsu Yusuf & Ahmad Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Kerjasama Program Pasca Sarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya.
Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Grasindo