Kecenderungan Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia saat ini
Oleh : Esya Anesty
Pada
dasarnya terdapat tiga periode perkembangan bimbingan dan konseling di
Indonesia yakni periode prawacana (1960-1970), periode pemasyarakatan
(1970-1990), dan periode konsolidasi (1990-sekarang). Dalam beberapa tahun
terakhir ini organisasi profesi bimbingan dan konseling di Indonesia ABKIN
(dulunya IPBI) beserta segenap pakar dan ahli di bidang bimbingan dan konseling
mengupayakan beberapa hal yang sangat signifikan pengaruhnya terhadap
perkembangan profesi BK di Indonesia yakni yang berkaitan dengan penataan
pendidikan profesional konselor dan penataan pedoman penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Konteks tugas dan
ekspektasi kerja konselor yang semula sangat minim ditemukan dalam UU No. 20
tahun 2003 tentang sisdiknas, bahkan tidak tercantum dalam PP No. 19 Tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan maupun PP No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, perlahan mulai dimunculkan ke permukaan melalui sejumlah
pergerakan-pergerakan.
Salah
satu hasil dari pergerakan tersebut, adalah dengan diterbitkannya PP No. 74
tahun 2008 tentang guru, dalam PP tersebut dicantumkan dengan jelas mengenai
deskripsi tugas guru BK atau konselor (terkait dengan peserta didik), jenis
layanan yang diberikan oleh guru BK atau konselor beserta kegiatan pendukungnya,
beban kerja minimum guru BK, dan juga tugas pengawas BK. Hal tersebut
menandakan bahwa bimbingan dan konseling telah memiliki deskripsi tugas
tersendiri sebagai salah satu syarat sebuah profesi.
Sejalan
dengan makin jelasnya tugas konselor dalam ranah pendidikan formal, maka
skenario lain dirancang untuk mencapai peningkatan profesionalisme konselor di
Indonesia, salah satunya adalah dengan merintis program pendidikan profesi
bimbingan dan konseling. Pendekatan pendidikan profesi bimbingan dan konseling
dapat dilakukan melalui program sertifikasi, akreditasi, dan kredensialisasi.
Sertifikasi dan akreditasi diberikan oleh LPTK yang memiliki program khusus
dalam bidang bimbingan dan konseling, misalnya oleh perguruan tinggi. Sertifikasi
kompetensi konselor mengarah pada profil kemampuan konselor, sedangkan lisensi
konselor mengatur aspek legalisasi praktik konselor. Sertifikat diberikan oleh
LPTK yang memiliki program khusus, sedangkan lisensi konselor diberikan oleh
asosiasi profesi (di Indonesia diberikan oleh ABKIN).
Sejalan
dengan makin mantapnya gagasan mengenai pendidikan profesi guru, pemerintah
menunjuk beberapa LPTK sebagai penyelenggara pendidikan profesi guru bagi guru
dalam jabatan (kepmendiknas No. 126/P/2010) termasuk di dalamnya beberapa LPTK
yang menyelenggarakan pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau
konselor, namun dikarenakan beberapa alasan kebijakan tersebut kemudian
mengalami perubahan di tahun berikutnya, hal ini ditunjukkan dengan
bertambahnya beberapa LPTK yang berwenang untuk menyelenggarakan program
pendidikan profesi guru termasuk juga LPTK penyelenggaran pendidikan profesi
guru bimbingan dan konseling atau konselor (kepmendiknas No. 052/P/2011). Hal
ini tentunya menjadi salah satu tantangan bagi lembaga-lembaga yang berwenang
untuk dapat menghasilkan output guru bimbingan dan konseling atau konselor yang
paling profesional.
Selain
membenahi penataan pendidikan profesional konselor, di era sekarang ini
dilakukan pula penataan terahadap pedoman penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling dalam jalur pendidikan formal sampai akhirnya diterbitkan PP No. 17
Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang didalamnya
memuat mengenai tugas dan tanggungjawab konselor atau guru bimbingan dan
konseling dalam penyelenggaraan pendidikan formal di sekolah, hal ini didukung
oleh terbitnya Permennegpan dan RB no.
16 Tahun 2009 yang didalamnya menyebutkan konselor sebagai salah satu jenis
guru, rincian kegiatan dan juga angka kredit konselor. Dengan demikian semakin
jelas bahwa konselor memiliki posisi yang sejajar namun tidak sama dengan guru,
hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan dalam hal rincian kegiatan dan angka
kredit. Oleh karena itu tidak sembarang guru yang dapat menempati posisi guru
bimbingan dan konseling atau konselor, karena profesi konselor jelas-jelas
mensyaratkan keterampilan yang hanya dimiliki oleh lulusan program studi
bimbingan dan konseling dan juga pendidikan profesi bimbingan dan konseling.
Apabila posisi guru dan konselor dapat saling dipertukarkan dengan mudahnya
maka yang menjadi taruhan adalah masa depan peserta didik yang mereka ajar, dan
mereka bimbing.
Keseluruhan fenomena
yang telah dijabarkan mengisyaratkan adanya kecenderungan penguatan posisi profesi
bimbingan dan konseling di Indonesia namun juga semakin banyaknya tantangan
yang harus dihadapi oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah atau konselor.
Oleh karena itu upaya peningkatan profesionalisme merupakan ‘on going process’
bukan merupakan ‘the end point’. Karenanya, pengembangan dan pemantapan bidang
ilmu maupun profesi bimbingan dan konseling yang berkelanjutan merupakan harga
mutlak agar bimbingan dan konseling dapat terus survive di masa kini dan di
masa depan.
Referensi :
ABKIN.
2007. Naskah Akademik Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan Formal dan Non Formal
Akhmad Sudaryat,
(2008) Kualifikasi dan Kompetensi
Konselor (PERMENDIKNAS NOMOR 27
TAHUN 2008) http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/12/16/kualifikasi-dan-kompetensikonselorper-
mendiknas-nomor-27-tahun-2008.
Cormier Sherry dan Hackney Hharold L (2009). The
Profesional Counselor. Edisi sembilan,New Jersey:Pearson
Depdiknas (2007) Penataan Pendidikan Profesional Konselor
dan Layanan Bimbingan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal. Bandung
Hackney.
H.L., (2009), The Professional Counselor:
A Process Guide to Helping. Library of Congress Cataloging in Publication
Data.
Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar